Saya termasuk orang yang tak tergesa-gesa bila ingin membeli suatu barang. Apalagi barang kebutuhan tersier yang relatif mahal harganya. Biasanya saya akan mengendapkan keinginan tersebut untuk beberapa lama. Bisa berakhir dengan membeli, bisa juga akhirnya batal membeli setelah lupa akan keinginan tersebut. Seperti itu juga saat dulu ingin membeli handphone. Handphone bagi saya bukan barang murah, tapi kebutuhan komunikasi dengan saudara-saudara yang merantau dan teman-teman di tempat kerja mengharuskan saya memiliki gadget satu ini.
Handphone pertama saya adalah Samsung C200. Belinya nitip sama teman karena waktu itu saya tidak familiar dengan handphone dan segala pernik-perniknya.
Kejernihan suara dan gambar adalah kelebihan dari produk-produk Samsung saat itu. Walaupun mungil handphone ini dapat menyimpan ribuan entri di phonebooknya. Jadi kita tak perlu khawatir kehabisan tempat untuk nomer kontak teman-teman dan saudara. Dengan layar 1,6 inchi Samsung C200 memberikan pengalaman baru bagi saya saat men-download ringtone dan gambar-gambar unik untuk wallpaper. Berasa keren sudah bisa koneksi internet dengan handphone, padahal cuma download gambar dan suara saja, he.
Kerusakan handphone Samsung ini bermula saat baterainya agak sulit dipasang di bodynya. Ternyata itu disebabkan karena baterainya yang mulai menggelembung. Karena sulit mencari baterei original, teman saya memberikan baterai KW untuk dicoba. Tapi itu juga tak terlalu membantu, sehingga akhirnya si mungil C200 harus berakhir dan harus saya carikan gantinya. Saya harus rela melepas hape kesayangan saya ini.
Berbekal review dari Tabloid Pulsa saya memilih Nokia 5070. Belinya juga lewat teman. Warnanya eye catching, pengoperasiannya mudah dan keypadnya juga nyaman digunakan. Dan pastinya harganya sesuai dengan budget saya. Dengan layar 1,8 inchi kita sudah bisa menjelajah dunia maya, walaupun dengan tampilan sangat sederhana. O ya, Nokia 5070 ini juga sangat nyaman digenggam karena body nya sedikit lebih tebal dengan sisi depan belakang yang rata, mirip bentuk balok.
Kurang lebih 3 tahun hape ini menemani hari-hari saya sampai suatu ketika hape ini tak lagi bersuara. Bisa dibilang handphone ini akhirnya rusak karena faktor kelalaian saya sendiri. Beberapa kali jatuh dan kontak dengan air sepertinya menjadi penyebab matinya volume dan kemudian menyusul kerusakan lainnya. Sebenarnya saya berharap hape kedua ini bisa bertahan lebih lama. Tapi apa mau dikata ...
Setelah dua hape sebelumnya memakai keypad default ( bener enggak ya ini istilahnya ?! ), kali ini saya tertarik untuk memiliki handphone dengan qwerty keypad. Saya pikir hape dengan qwerty keypad itu layarnya lebih lega pasti akan lebih leluasa untuk mengetik pesan atau internetan. Kali ini tidak lagi minta bantuan teman. Saya sudah keluar dari zona katrok dan sudah pede tanya harga dan menawar gadget di mall elektronik. Handphone ke-3 ini bukan merk ternama. Bisa dibilang coba-coba dan pengin tampil beda. Melihat harganya yang lumayan, saya berharap kinerjanya juga sepadan.
Rupanya saya kurang beruntung. Justru dari hape ini saya mengalami berbagai keluhan yang belum pernah saya temui sebelumnya. Tombol delete adalah masalah pertama yang saya temui di hape ini. Tombol delete ini tidak hanya menghapus satu per satu karakter di layar message, tetapi semua karakter di layar akan terhapus, sehingga kita harus mengetik ulang dari awal lagi. Tak hanya merepotkan tapi juga menjengkelkan. Ada yang bilang, mungkin saya yang terlalu keras mencetnya. Tapi belakangan saya buktikan handphone lain beroperasi dengan baik di tangan saya. Tidak ada tombol delete yang error seperti ini.
Saya masih berusaha menaklukkan si tombol delete ini, hingga suatu ketika hape ini tak bisa lagi di hidupkan kan. Saya bawa ke service centernya, dibilang sama CS nya untuk nge-charge hape sebelum baterainya habis.
Ok, saran sudah dilaksanakan. Tetapi tak berapa lama terjadi lagi hal serupa. Dan memang masalah bukan terletak pada cara nge-chargenya, karena akhirnya hape ini divonis : harus ganti baterai.
Lalu apakah baterainya tersedia ? Ternyata tidak ada dan harus inden dulu.
Setelah ditunggu-tunggu baterai pun tak kunjung didapatkan. Dan belakangan service center yang ada di Yogya pun saya lihat tutup dan tidak tahu pindah ke mana. Saya juga tak berniat mengontak service center pusatnya di Jakarta karena bagi saya handphone ini sudah berakhir dan lebih baik dicarikan gantinya.
Handphone ke-4 adalah Nokia Asha 302. Tampak luarnya sangat mirip dengan hape sebelumnya, tapi pengoperasiannya jauh lebih mudah. Browsing dan chatting lancar. Keypadnya juga nyaman digunakan. Hanya sayang belum mendukung dual simcard sehingga tidak bisa menggunakan paket internet selain dari simcard lama. Tapi chasing Nokia ini mudah sekali dibuka-tutup. Jadi kalau mau pasang-copot simcard sih sebenarnya mudah saja.
Saya pikir ini akan menjadi handphone terlama yang akan saya pakai. Ternyata saya salah. Saya memakai hape ini kurang lebih 2,5 tahun saja dan beralih ke android karena tak tega dengan keypadnya yang selalu diforsir untuk berbalas pesan di group chatting. Ya, mau tak mau saya harus mengikuti arus teknologi yang semakin maju dan berkembang.
Hingga saat ini hp Nokia ini masih bertahan, dipakai oleh ibu saya, he. |
Dan hari-hari ini smartphone seperti tak lepas dari keseharian. Sudah persis seperti tagline di iklannya 'nggak ada matinya', he.
Entah sampai kapan saya akan bertahan dengan smartphone ini. Saya akan menuliskannya ceritanya ketika nanti hape ini sudah berganti. Sejauh ini sih belum ada alasan untuk menggantikannya.
sumber : www.google.es |
Dulu aku termasuk yang boros kalo punya handphone, biasanya nggak nyampe setahun udah ada masalah macem-macem, saking keseringan kali ya, jadinya malah ngadat gitu :D Nah yg sekarang jg udah ada baret dikit karena jatuh ke lantai, tp untungnya gak aneh-aneh lg lah, kapok kebanyakan, kalo dikumpul kan bisa beli satu yang mahal banget itu kan xD
ReplyDeleteYup, kadang kecepatan tangan kita ngetik aja bisa bikin handphone nge-hang. Lama-lama handphone nya lelah tuh ..he.
Delete