Sobat ... ( Eibstein’s Anomaly )

Berdering handphoneku pagi ini, sebuah panggilan masuk dari sahabatku saat kuliah dulu. Bila dibandingkan dengan teman-teman lain persahabatan kami terus terjalin hingga sekarang. Paling tidak kami selalu saling miscall atau sms menanyakan kabar.
“Eh, aku sudah melahirkan lho” katanya.
“Oh ya, alhamdulillah” jawabku. Sedikit malu juga karena beberapa waktu terakhir aku tak pernah menanyakan kabarnya. Kabar tentang kehamilannya. Kehamilan anak pertama yang sangat dinanti-nantikannya.
“Nanti kamu kesini ya” pintanya. Tumben dia meminta dengan penuh harap. Jarang sekali dia bersikap demikian. Walaupun dia anak bungsu tapi selama ini dia adalah seorang anak yang mandiri.
“Ya, semoga bisa ya” jawabku agak ragu. Kupikir pada hari libur seperti ini kegiatan di bangsal sangatlah padat. Dia memintaku untuk mengantarnya ke ruang perawatan bayinya. Tentunya akan lebih banyak menghabiskan waktu, jadi permintaannya tidak kusanggupi dengan sepenuh hati.
Beruntung siang harinya aku punya waktu senggang. Langsung menuju ruang perawatan bayi karena dia sudah berada disana. Dan benar saja, langsung kukenali dia, duduk menunggui seorang bayi mungil di ruang intensif. Kusapa dia dan sempat kulihat bekas air matanya yang belum kering. Sudah pasti dia baru saja menangis. Kualihkan pandanganku kepada bayi yang yang ada di depan kami. Seorang bayi mungil terbaring lemah dalam sebuah inkubator, dengan alat medis terpasang di tubuhnya. Jari kecilnya terlihat kebiruan. Monitor rekam jantung dan saturasi oksigen menempel di tubuhnya. Bayi mungil ini tidak seperti bayi normal lainnya. Sebuah pemandangan yang akan membuat ibu manapun akan menangis. Inilah kiranya yang membuat dia ingin segera bertemu dengan kami. Banyak yang ingin dia ungkapkan tetapi tidak bisa dia katakan. Ini adalah anak pertamanya. Bisa kurasakan kepedihan hatinya.

Eibstein’s Anomaly, itulah kelainan yang diderita oleh bayi mungil ini. Kelainan katup pada sisi jantung kanan menyebabkan kerja jantung tidak maksimal. Penurunan curah jantung kanan menyebabkan turunnya pengambilan oksigen di paru. Dia harus bernapas lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuhnya. Selain itu, terjadinya regurgitasi darah dari bilik kanan ke serambi kanan menyebabkan atrium membesar. Kelainan dengan derajat ringan prognosisnya cukup baik dengan harapan hidup yang besar, namun pada derajat berat prognosisnya menjadi buruk. Terlebih bila muncul komplikasi yang memperburuk kondisi. Tapi itu ilmu manusia. Ada ilmu Allah di atas ilmu manusia. Keimanan inilah yang akan menumbuhkan harapan. Dan keyakinan inilah yang harus selalu kami pelihara.
Setelah cukup kami bertemu, akupun berpamitan untuk kembali melanjutkan pekerjaanku.
“Maafkan aku ya, selalu merepotkan kalian, aku sebenarnya hanya ingin minta do’a dari kalian” ucapnya ketika kami berpamitan.
Sahabatku, kau tidak perlu meminta maaf. Kami yang seharusnya meminta maaf. Sebenarnya kamilah yang harus lebih peduli. Seharusnya akulah yang menanyakan hal ikhwalmu. Seharusnya aku tahu bahwa sejak kandunganmu berusia tujuh bulan, sudah terdeteksi kelainan itu.
Seperti janji yang dulu biasa kita ucapkan dulu bahwa kita akan selalu saling mendoakan. Aku akan selalu mendo’akan kebaikan untukmu. Kebaikan dalam arti yang sesungguhnya. Bukan kebaikan menurut ukuran manusia, di mana semua harus sesuai dengan keinginannya. Kebaikan yang sesungguhnya adalah ketika kita selalu di jalan-Nya apapun yang terjadi. Pun bila itu tidak sesuai dengan harapan kita. Inilah cara-Nya menyayangi kita. Kita dapat menjadikan semua yang terjadi dalam hidup ini sebagai ladang pahala. Sebagai sarana untuk lebih dekat dengan-Nya. 

Tetapi mewujudkannya tentu tidak semudah itu. Tidak semudah ketika tangan ini menuliskannya …

 ( semoga bisa diambil hikmah oleh para teman dan sahabat )

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung. Maaf komentar akan dimoderasi terlebih dahulu. 🌼🌻🌸